5 Element part 2

781

Sudah lumayan jauh Dipa melangkahkan kakinya memasuki hutan. Sebenarnya Dipa tidak menginginkannya, tapi kakinya berjalan sendiri tanpa bisa dia cegah. Dia sendiri merasa kalau hutan ini sudah tidak asing bagi dirinya. Sepertinya dia pernah berada di hutan ini, tapi sekuat apapun dia berusaha mengingatnya, jawabannya tidak pernah ketemu. Akhirnya tiba di jantung hutan tersebut yang merupakan sebuah pohon beringin raksasa dengan tinggi mencapai ratusan meter, diameter batang pohon yang mencapai sepuluh meter, dengan bonggol-bonggol akar yang mencuat di permukaan tanah. Dipa yakin, kalau ditemukan oleh orang yang percaya hal-hal mistik, pasti pohon ini sudah penuh dengan sesajen. Tapi sejauh mata memandang, di sekitar pohon ini masih bersih dari sampah-sampah dunia luar. Dipa pun bisa merasakan udara murni yang berada di sekitar pohon ini. Walaupun sekilas terlihat menyeramkan, entah mengapa berada di bawah pohon ini dia merasa sangat tenang. Pikirannya pun semakin jernih seiring dengan banyaknya udara murni yang masuk ke dalam paru-parunya.

“Seorang anak laki-laki…,”

Dipa yakin sekali kalau suara yang sedari tadi dia dengar adalah dari pohon ini dan ternyata dugaannya memang tidak salah.

“Luar biasa…, selama berabad-abad masa hidupku baru kali ini terlahir anak laki-laki sebagai pewaris elemen tanah…,”

Pohon ini bicara pada dirinya sendiri. Wajar saja, dia yang paling besar dan tinggi di hutan ini. Dipa menengadah dan melihat daun-daun itu bergerak. Entah apakah bergerak sendiri ataukah karena tiupan angin. Namun kemudian, dia menyadari kalau pohon ini tidaklah sendiri. Pohon ini mungkin saja yang paling tua dan besar, namun seperti halnya seorang pemimpin yang memerlukan wakil, pohon ini pun memilikinya. Mereka semua berjumlah lima pohon. Dan pohon-pohon itu sedang mengelilinginya seolah sedang menilai dirinya.

“Manusia kecil, apa tujuanmu datang kemari?” tanya pohon jati emas yang tepat berada di sebelah kanan pohon tetua.

Mata Dipa tidak mungkin salah. Ini memang pohon jati emas dan entah mengapa, Dipa bisa merasakan urat-urat kayu yang sudah begitu tua namun justru ketuaannya itu menambah keindahan dan kekuatannya. Dan Dipa yakin, para kolektor furniture tua, rela membayar dan melakukan apapun demi mendapatkan kursi dari pohon ini.

“Kami bermaksud mengunjungi keluarga kami yang berada di Surabaya. Namun entah dengan tujuan apa, ada tiga manusia yang mengejar kami dan ingin mencelakakan kami. Oleh karena itulah aku membawa ayah dan sepupuku kemari untuk berlindung sementara sampai matahari terbit.” Jelas Dipa dibuat sesopan mungkin. Dia tidak berani menginggung kelima pohon raksasa tersebut.

Kemudian kelima pohon tersebut kembali saling bergumam. Dipa tidak bisa memahami apa yang sedang mereka perbincangkan. Tapi Dipa merasa sepertinya ada salah satu diantara pohon-pohon ini yang tidak suka akan kehadiran dirinya. Pohon itu tepat berada di belakang tubuhnya. Sepertinya mereka bertengkar dan agak sedikit terjadi perpecahan. Entah mengapa, walaupun mereka hanya pohon, kekuatan mereka sanggup membuat kepala Dipa serasa hendak pecah. Walaupun mereka hanya pohon yang tidak bisa bergerak dan berpindah tempat, kekuatan mereka sanggup menggerakkan kehidupan yang berada di sekitar mereka dalam radius ratusan kilometer. Dipa bisa merasakan itu semua.

Tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan angin tersebut menghantam tubuh Dipa sampai terjatuh. Kemudian salah satu dahan dari pohon Borneo yang terletak di belakangnya menggerakkan salah satu dahannya dan mengangkat tubuhnya.

“Manusia ini tidak sama dengan pewaris-pewaris lainnya. Dia anak laki-laki! Anak laki-laki tidak memiliki perasaan lembut seperti halnya seorang ibu. Sedangkan perasaan lembut sangat dibutuhkan bagi bumi pertiwi ini. Pohon-pohon tidak akan bisa tumbuh dengan baik kalau ditangani oleh tangan kasar seorang anak laki-laki yang masih hijau dan emosional. Kita tidak bisa memprosesnya lebih lanjut! Kita harus menunggu pewaris lainnya!” Ucap Borneo dengan lantang sementara Dipa harus menahan sakit tubuhnya karena dililit oleh dahan pohon tersebut dengan posisi kepala di bawah.

“Tetapi seperti yang kita semua ketahui, tidak seperti elemen lainnya, pewaris elemen tanah hanya muncul dalam waktu seratus tahun. Kalaupun terlahir dengan kemampuan tersebut, kemampuannya tidak akan sebesar yang seharusnya.” Bantah Jati emas.

“Dan anak ini merupakan keturunan ketiga dari pewaris elemen tanah sebelumnya. Ibu anak ini pun memiliki kemampuan tersebut, hanya tidak sebesar yang kita harapkan.” Kali ini pohon beringin yang lebih kecil yang berdiri di sebelah kiri pohon tetua angkat bicara.

Ibu? Ibu juga memiliki kemampuan sepertiku? Berarti aku mewarisinya dari beliau? Batin Dipa merasa sangat tertarik begitu pohon-pohon ini membicarakan wanita yang melahirkan dirinya namun hampir seumur hidupnya tidak dikenal olehnya.

“Benar, kemampuanmu berasal dari garis ibu. Dan seharusnya memang hanya diwariskan ke anak perempuan yang berikutnya. Tapi ternyata ibumu hanya bisa melahirkan anak laki-laki. Ibumu pasti kecewa, sehingga beliau meninggalkan dirimu dan menyerahkannya pada ayahmu, karena mengira kau lebih mewarisi kemampuan ayahmu dari pada dirinya.” Kali ini pohon tetua berbicara pada dirinya.

“Ya, dan karena merasa merupakan tanggung jawabnya untuk melahirkan pewaris elemen tanah yang berikutnya, ibumu menikah lagi dengan laki-laki lain. Dia memang melahirkan anak perempuan, namun ternyata anak perempuan itu tidak memiliki kemampuan apapun.” Tambah pohon beringin yang kedua.

“Dan sepertinya begitu menerima khabar dari ayahmu kalau kau mewarisi elemen tanah, ibumu meminta untuk bertemu dengan denganmu. Karena ibumu memiliki sesuatu yang harus diberikannya padanya berkaitan dengan kekuatanmu itu.” Tambah Jati emas juga.

Dipa tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ibu menikah lagi dengan laki-laki lain hanya karena dia melahirkan anak laki-laki dan berpikir kalau dia tidak mewarisi kemampuan dari dirinya? Lalu kenapa ayah menerimanya begitu saja? Kenapa ayah tidak marah padanya? Kenapa ayah masih mau mempertemukan aku dengan wanita yang sudah mengkhianati dirinya hanya karena masalah waris mewaris seperti ini? Memikirkan hal itu, Dipa merasa sangat marah.

Tiba-tiba Dipa mendengar gelak tawa dari Borneo yang sedang menggantung dirinya.

“Apa yang sudah aku bilang, anak laki-laki lebih emosional. Sekarang di dalam hatinya tumbuh rasa marah dan dendam yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pewaris elemen tanah. Mau jadi apa bumi ini kalau penguasanya seorang yang pemarah dan pendendam?”

Mendengar sindiran dari sang Borneo raksasa, Dipa bertambah marah. Lagipula memangnya apa pedulinya dia untuk mewarisi elemen-elemen tidak penting ini yang sampai beberapa saat yang lalu tidak dia ketahui sama sekali? Apa pedulinya dia pada bumi ini? Toh kalau memang harus rusak, apa yang bisa dia lakukan? Yang merusaknya bukan dirinya. Tapi manusia-manusia lainnya. Apa urusannya dengan dirinya?

“Kita tidak bisa memprosesnya lebih lanjut. Anak ini tidak memenuhi syaratnya.” Tegas Borneo raksasa itu sekali lagi.

Kali ini tidak ada yang membantah. Sepertinya begitu membaca apa yang dipikirkan oleh Dipa, pohon-pohon tetua yang lainpun sepakat bahwa belum saatnya mereka membuka semua rahasia alam ini pada pewaris elemen tanah yang ada di depan mata mereka sekarang. Walaupun mereka juga merasakan kalau kekuatan yang tersimpan di dalam tubuh ini merupakan kekuatan yang sudah mereka nanti-nantikan selama seratus tahun. Tapi mereka juga jadi ragu-ragu, karena dalam hati anak ini, terdapat kecenderungan untuk memakai kekuatan yang ada tidak untuk hal-hal yang semestinya. Mereka takut, kalau justru kekuatan yang akan mereka wariskan pada anak ini, malah akan dipakai untuk menghancurkan mereka. Sedangkan saat ini, kondisi bumi sudah sangat mengenaskan dan sedang membutuhkan bantuan. Kalau tidak, kiamat akan datang dan semuanya akan hancur. Kehidupan ini akan hancur.

^^
Oleh : nichi 781

Komentar

Popular

Keseruan Pertama Kali Bermain Ski di South Korea

Cruise to Alaska

1st Flight Kuala Lumpur part 2