MISTERI JODOH


Dulu waktu sebelum menikah, aku selalu bertanya-tanya, "Aww..., siapa ya kira-kira yang bakalan jadi soulmate aku?" Menunggu dengan penasaran kapan saat itu akan tiba. Eh, setelah akhirnya saat itu tiba, kemudian tahun-tahun berlalu, yaah... ada kalanya hati ini terheran-heran, "Kenapaa gue bisa jodoh sama dia?" Well, karena di kasusku, bisa dibilang, aku dan suami berasal dari dunia yang berbeda, pergaulan yang berbeda. Singkat kata, kalau misalnya kita masih sekolah atau kuliah, dia akan banyak menghabiskan waktu cabut dari sekolah, sedangkan aku sebaliknya. Dan singkat kata juga, kemungkinan besar kita akan beda sekolah atau kampus. Jadi gimana mau ketemu? Hahahahaha.... (Ini seriusan, kita emang beda sekolah, beda angkatan pulak).

Kemudian seperti kebanyakan suami istri pada umumnya (kemungkinan besar), ada saat di mana kita berdua saling bercerita tentang masa lalu, tentang saat-saat pertama kali kita berkenalan, kemudian kencan pertama (cie kencan, ketemu pertama kali maksudnya), dan sampai pada memori ketika kapan tepatnya kita memutuskan untuk menikah.

Untuk awal, ada satu kenyataan lagi yang harus kalian ketahui sebelum kita memulai cerita ini. Aku dan suami dijodohin. Well, bukan dijodohin khas jaman Siti Nurbaya sih, yang dipaksa harus mau. Atau macam taaruf yang kita benar-benar tidak boleh ketemu berduaan aja sama si dia. Perjodohan kami bisa dibilang... fleksibel. Dalam artian, orang tua bilang, "Nih, ada material bagus lho. Papi Mami kenalin. Gih, kalian PDKT. Kalau cocok lanjut, kalau ga cocok ya sudah." Kurang lebih seperti itu.

Jadi, long story short, aku dan suami akhirnya ketemu nih untuk pertama kalinya, setelah on-off komunikasi di Yahoo Messenger. Saat itu bulan Maret tahun 2010. Mama sudah sakit selama empat bulan. Masih rutin terapi akupunktur listrik pasca stroke. Dan sudah selama itu pula aku enggak keluar kemana-mana, full time ngurus Mama di rumah. Ya, barengan lah sama kakak ipar, tapi aku yang nemenin tidur di kamar, bertiga sama bapak. Berempat deng sama Fathan, ponakan yang paling tua (Enggak ada yang nanya). Bosen? Pasti! Depresi? Untungnya enggak. Need romance? Definitely! (Hahahaha...) Heart Broken? Yup! (Kalian pasti enggak percaya kalau aku pernah dibohongin sama percintaan dumay! Oh no-no, aku enggak akan cerita yang satu itu!) OK, balik ke cerita.

Kami berdua janjian bertemu di Plaza Indonesia. Aku pun mencoba untuk tampil sebaik mungkin. Yang sebenarnya gagal sih (kalau aku ingat-ingat lagi kostum aku saat itu enggak banget. Hehehe). Tapi karena baru pertama kali bertemu, aku enggak bakalan tahu dong kalau sebenarnya suami itu FASHION POLICE. Jadi, anggaplah saat itu pakaianku... just okay. Saat pertama kali ketemu suami, yah... rada kecewa sih. Soalnya ternyata orangnya kecil. Tapi ya sudahlah, jalanin aja. Udah janjian juga. Setidaknya dapat makan gratisan. Obrolan kami berjalan dengan lancar, diselingi sambil makan di sebuah restoran. Sampai dengan selesai makan, sebenarnya aku masih merasa biasa aja, dan sempat berpikir, sepertinya enggak bakalan ada date kedua lagi.

Lalu kemudian ada momen ini!

I know it must be sound very cheesy. Saat itu kami sudah selesai makan, dan sedang naik eskalator. Saat itulah momen itu terjadi, ketika aku melihat wajah si dia dari samping. KLIK! Eh, manis juga (dengan latar musik first love Utada Hikaru)Begitu kata hatiku saat itu. Iya, profil wajahnya bagus, hidungnya mancung, manis deh. Ya, okay... hati gue enggak nolak. So? So,  dinikmatin aja sisa kencan hari ini. Lihat gimana besok, dia bakalan ngajak ketemu lagi apa enggak. Kalau ngajak ketemu lagi, terima. Tapi kalau enggak, enggak masalah. Dan ternyata si dia ngajak ketemu lagi! Tapi sayangnya saat itu aku lagi jenguk Tante yang dirawat di rumah sakit. Padahal dia besok udah harus pergi ke Palembang. Jadilah pertemuan kedua kami ditunda. Tapi untungnya kami masih komunikasi melalui SMS. (Iya, padahal udah booming BBM tapi kami berdua masih setia dengan SMSan ^^)

Nah, selama menunggu dia balik lagi ke Jakarta. Aku masih janjian sama cowok-cowok lain yang dikenalin ke aku. (Iya dong kita pilih-pilih. Dih, kesannya kayak banyak banget ya. Eh tunggu... kayaknya enggak ada lagi deh. Belum ada lagi yang ngenalin ke siapa-siapa. Hahaha...) Iyalah, aku masih sibuk ngurusin Mama keleus. Sampai akhirnya dia balik lagi dari Palembang dan kita janjian ketemu untuk kedua kalinya.

Kencan kedua pun berjalan dengan lancar. Enak malahan. Dalam satu hari itu aku ditraktir makan dua kali. Begitu datang langsung makan, jalan-jalan, nonton, jalan-jalan, eh laper lagi. Jadilah makan lagi. Hahahaha.... (Memanfaatkan banget ya!) Sampai detik itu, aku belum ada feeling apa-apa dengan suami. Cuma hatiku enggak nolak. Sama cowok yang lain biasanya langsung nolak dan ogah ketemu lagi. Jadi dengan kata lain, si dia masih sebagai alternatif lah (padahal enggak ada alternatif lainnya). Dan tiba-tiba aja aku mimpiin si dia.

Eiiitss..., jangan ngeres dulu ya! Di dalam mimpi itu aku cuma lihat dia pakai baju putih kok. Dan entah kenapa, saat itu aku merasa nyaman. Begitu bangun, aku pun membulatkan pilihan. OK, aku akan fokus ke dia.

Sekarang, intermezzo dulu.

Bisa dibilang, sebagai seorang perempuan, aku termasuk agresif (kalau sudah ada maunya).

Nah, balik lagi ke cerita.

Jadilah aku fokus ke si dia dong. Aku rajin SMS, rajin nelepon. Kalau nelpon bisa lah frekuensinya nyamain kayak dosis minum obat. Kalau SMS enggak kehitung. Aku aja malas ngitungin. Lagian juga udah lupa. Hehehe....

Padahal nih ya, kayaknya belum ada deh sebulan kita SMSan PDKT. Tapi emang dasar akunya enggak sabaran, kesel sih tepatnya. Masalahnya bahasa SMSnya udah nyerempet-nyerempet pakai beb, sayang, tapi aku ngerasa kalau hubungan kami belum resmi juga. Jadi kayak terkatung-katung gitu. OK, katakanlah aku orang yang kaku. Mungkin bahasa bebeb atau sayang buat anak-anak gaul biasa kali ya. Jadi aku yang geregetan gitu. Lambreta nih! Iya sih, aku tahu kalau kita berdua dikenalin itu dengan tujuan untuk menikah, bukan untuk pacaran. Tapi SMS itu cowok enggak maju kemana-mana. Muter-muter aja ngomongin, "Lagi ngapain? Udah makan? Udah Sholat? Gimana kerjaan?" Bah! Aku terlalu tua buat chit chat macam itu.

Sampai akhirnya aku mancing dia tentang impian pernikahan dia kayak gimana ketika di telepon. Ya, dia jawab dong. Jawabannya ala-ala pernikahan luar negeri gitu deh. Tamunya sedikit, pengantinnya bisa bolak-balik di antara para tamu undangan, ada tarian, exclusive deh. Dan aku yang ho oh-ho oh aja. Karena sebenarnya bukan itu misinya. Itu hanya umpan. Terus tiba-tiba pulsanya abis. Jadilah kami terusin aja melalui SMS.

Nah, di SMS ini aku melontarkan pertanyaan ini.

Abby mau nikah kapan?

Agak lama SMSnya enggak dijawab. Belakangan aku baru ketahui kalau saat itu suami lagi nanya dulu ke ibunya.

Dia : "Mah, masa ditanyain kapan mau nikah."
Mama dia : "Ya udah jawab aja maunya kapan. Susah amat."

Maka, SMSnya pun dijawab. Begini jawabannya.

Aku mau nikah 101010

Dan entah apa yang aku pikirkan saat itu, aku jawabnya kayak gini.

Wah, sebentar lagi dong. Tapi aku belum ada uang.

OK, sampai di sini, kalian pasti belum ngeh deh dimananya yang aneh dari balasan SMS itu. Coba scroll lagi ke atas, bagaimana status kami berdua saat itu. Yep, masih PDKT. Dan aku dengan PDnya bilang, "Tapi aku belum punya uang."

Belakangan aku juga baru mengetahui, kalau pada saat suami membaca pesan balasan itu, dia yang terheran-heran gitu. Pengen banget dia balas, "Emang yang bilang mau nikah sama lo siapa?" Untungnya dia masih bermurah hati dengan mengikuti saja permainan takdir ini.

*****

Selama ini, aku selalu merasa kalau aku itu dijebak sama suami. Aku enggak suka cowok merokok. OK, dia ngaku enggak ngerokok. (Padahal waktu pertama kali ketemu ada sebungkus rokok jarum super di kantong bajunya). Dia memberikan kesan seperti cowok alim yang sejauh ini memang hanya jenis cowok ini yang aku ketahui dengan baik. Sholat subuh di masjid (Alhamdulillah). Sholat awal waktu. Tapi sayangnya aku belum pernah dengar dia baca Alquran. Tapi sih, saat itu dia pasti bilangnya bisa. Terus udah gitu, dia tuh yang royaaaal banget. Aku dibeliin sepatu lebih dari lima ratus ribu. Dimana dalam kondisi normal aku enggak bakalan pernah beli sepatu seharga itu. Iya, sampai tujuh tahun pernikakan, itu sepatu termahal yang aku pernah beli. Hahaha.... Dibeliin jam tangan couple harganya jutaan. Kalau jalan, pasti makan ditempat enak. Wih, baek banget dah. Enggak pernah marah. Oh iya, catat, ya. ENGGAK PERNAH MARAH. Padahal aslinya dia bawel banget. Aku sering diomelin. Hiks. Yang lucunya, kalau aku habis diomelin, terus aku nemplok minta maaf, sama dia tetap dimaafin sambil dipeluk-peluk, tapi tetap sambil dibawelin, sampai kuping panas. Tapi ya sudahlah.

Dalam perjalanan tujuh tahun ini, tentu saja banyak banget hal-hal yang bikin aku kaget sama dunia dia yang sebenarnya. Karena bagi aku benar-benar asing gitu. Walaupun selama kerja aku sudah melanglang buana di jagat Jakarta Raya, tapi pada kenyataannya ternyata aku masih POLOS, enggak tahu apa-apaan. Beberapa kenyataan tentu saja membuat aku kecewa, karena kalau sebelumnya aku tahu, aku pasti enggak akan mau nikah sama dia. Jadi wajar dong kalau aku merasa dijebak?

Tapi, kalau kita membaca lagi kisah di atas, sebenarnya justru aku yang menjebak dia kan? Iya, dia kalau lagi cerita itu pasti bilangnya dia dijebak sama saya. Jadi enggak berkutik. Tentu saja aku yang terheran-heran gitu. Oh ya? Gue sepintar itu gitu bisa menjebak orang? Dia kalau lagi cerita ke teman-temannya, pasti selalu berkelakar kalau dijebak sama aku. Lagian justru dia harus berterima kasih sama aku kali. I was helping him skipped all the boring steps. Ye kan? Enggak ada yang namanya dag dig dug penembakan. Enggak ada yang namanya dag dig dug mau lamar tapi takut ditolak. Yeah, I was helping him a lot. So, he owned me big time!

Terus besoknya pas dia telepon, dia bawel ke aku, nanyain udah nyari gedung apa belum. Dan pas dia nanyain itu aku yang gagap gitu. Ya, belum nyarilah, ngumpulin nyawa dulu. Ngerasa dijebak tapi yang paling semangat dia. Iisshh! Mau ga mau hari itu juga aku minta dianterin kakak ipar buat cari gedung. Secepat itu prosesnya? Yep, secepat itu. Kalau jodoh emang enggak bisa ditebak sih. Makanya sampai detik ini aku masih sering amaze dengan hal ini.

*****

OK, kayaknya sekian cerita dari aku ya. Intinya sih, jodoh itu termasuk dalam takdir manusia kan ya. Tapi ternyata, jodoh merupakan takdir ikhtiar. Jadi harus diusahakan. Kalau kita memiliki kriteria tersendiri untuk calon suami, kita harus ngaca dulu ke diri sendiri. Misal, kita mau punya suami yang saleh kayak Teuku Wisnu. Nah, coba berkaca pada diri sendiri, bagaimana dengan diri kita? Apakah tingkat keimanan kita sudah sama dengannya. Karena Allah menjodohkan manusia memang berdasarkan jenisnya. Pezina dengan pezina. Orang saleh dengan orang saleh. Enggak bakalan ada yang ketuker deh. Sejauh ini sih yang aku tahu begitu ya. Tapi memang sih, tidak ada hal yang begitu membahagiakan selain bisa beribadah bersama dengan pasangan hidup. Trust me! Sekian dulu sharing dari saya. Semoga bermanfaat dan menghibur ^^

Setelah ijab qabul (Saat itu, aku dan suami masih sama-sama belum cinta lho. Suka iya, tapi kalau ga jadi nikah juga kayaknya ga bakalan nangis meratap-ratap saat itu. Masih yang biasa aja)

resepsi. Nyesel deh ga pakai sigar.

norkeling pertama. Tujuh bulan pernikahan. Iya, suami lagi aku peluk dari belakang. Jadi kita lagi di boat mau ke lokasi snorkeling.

snorkeling pertama, tujuh bulan pernikahan

masih awal nikah banget, paling baru 3 bulanan. Lihat, belum pakai kawat gigi. Masih gingsul ^^
now ^^





Komentar

  1. Tapi memang harus begitukah takdirnya? Justru dengan suami tidak ada rasa cinta deg deg an sebagaimana layaknya cerita romance di novel-novel. Soalnya ade juga begitu ^_^

    Btw, sama loh.. ade juga lgsg nembak AF. Krn saat itu udah ada ancang2 yg mau ngelamar. Lgsg aja ade tembak. Siapa yg melamar pertama kali ke papa dia yg ade terima. Daaan.. sudah tau kan jawabannya siapa yg melamar duluan hahahaha..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, kalau di novel-novel kan sengaja dibikin ribet ya biar bisa menguras emosi. Lah, pada kenyataannya, kitanya geregetan ga sabaran, tapi males yang bergaya lebay. Hahahaha

      Hapus
  2. Berkah dari menjaga Mama ya, Mba Ninna. Allah kasih somebody untuk kalian saling menjaga. Inget dulu pertama kali kenal Mba Ninna rasanya baru beberapa bulan menikah. Moga Allah segerakan menghadirkan anak2 untuk menambah bahagia Mba Ninna dan Mas Abby ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiinn... Iya, mbak. Aku sih, yakinnya itu berkahnya ya. Dapat suami rumahnya dekeeeet. Coba kalau jauh. Kasihan Mama deh :(

      Hapus

Posting Komentar

Hallooo, senang banget kalian sudah mampir dan memberikan komentar di sini ^^

Popular

Keseruan Pertama Kali Bermain Ski di South Korea

Cruise to Alaska

1st Flight Kuala Lumpur part 2