intermezzo2

Ada yang lagi gue pikirin saat ini. Well, setiap orang emang pasti pernah melakukan kesalahan, begitupun dengan gue. Dan gue yakin kalo kesalahan gue itu banyak banget.
Dan sekarang gue mau membahas tentang cara merawat seorang anak yang baik. Ketika seorang anak itu melakukan kesalahan yang amat fatal yang dinilai akan merugikan dirinya sendiri atau karena terlalu takut kehilangan dirinya, lantas segera menarik si anak dari semua kehidupan sosialnya dengan alasan ingin mengkarantinanya dahulu, atau mungkin sampai si anak bercerita semuanya adalah sebuah alasan yang tepat? Mungkin bagi beberapa orang itu alasan yang tepat. Tapi tidak bagi yang sedang mengalaminya.
Coba bayangkan, ketika si anak ditarik dari kehidupan sosialnya, hidupnya sebenarnya sedang benar-benar hancur. Kita katakan saja, karena telah menginvestasikan uangnya tanpa bisa balik modal yang menyebabkan si anak mempunyai banyak utang dan juga karena dinilai telah membahayakan dirinya sendiri lantas segera menarik si anak, menghentikan dari pekerjaannya, mencabut semua alat komunikasinya, tidak diperbolehkan untuk bertemu dengan semua teman-teman masa lalunya. Pendek kata membuat si anak tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Pendek kata memanjakan si anak dengan akan membayarkan semua kerugiannya. Pendek kata kehidupan si anak bagaikan seekor burung dalam sangkar emas.
Well…, si anak sekarang tidak pernah merasakan susah, tidak pernah kelaparan, tidak pernah pusing, mempunyai banyak pakaian yang bagus-bagus kehidupan bener-bener seperti seorang tuan putri. Mungkin agak beda dengan harus membersihkan kamarnya sendiri, mencuci bajunya sendiri, dan menyetrika sendiri . Tapi memang seperti tuan putri, tidak boleh kemana-mana tanpa ada salah satu keluarga yang menemani, dan tentu saja, tidak bisa membeli barang-barang yang saat itu diinginkannya dengan bebas. Tidak bisa merencanakan lagi hidupnya dan tidak bisa merasakan hidup yang sebenar-benarnya lagi. Pendek kata, dia kembali menjadi anak kecil yang baru bisa berjalan dengan kedua kakinya yang makan saja perlu disuapin.
Ada saat ketika sang anak memutuskan untuk pergi saja dari rumah, kabur gitu lho! Tapi dia juga tidak bisa membayangkan wajah sedih seluruh keluarganya yang telah kehilangannya. Padahal juga sepanjang di dalam rumah, dia telah kehilangan jati dirinya. Melakukan apa-apapun tidak bersemangat, dia sudah berada dalam zona yang sangat nyaman, dan perlahan-lahan dalam otaknya tertanam pikiran untuk terus berada dalam zona nyaman itu, sehingga membunuh kreativitas dirinya. Dia jadi tidak berani untuk menyuarakan pikirannya, tidak berani untuk meminta apa-apa yang diinginkannya saat ini. Terkadang apa yang diucapkannya tidak sesuai dengan apa yang dirasakannya sekarang.
Pendek kata, harga diri si anak sudah terinjak-injak oleh keluarganya sendiri. Mungkin tidak ada orang lain yang mengetahuinya, tidak ada orang lain! Tapi bagaimanapun juga, sifat sensitifitas si anak terlalu mengusik dirinya. Dia jadi tidak mau bertemu dengan siapapun, karena pasti dalam pikirannya akan terbersit kalau orang yang ditemuinya pasti sedang membicarakan dirinya, menganggap remeh dirinya, tidak bisa melakukan apa-apa.
Well… itulah yang sudah dirasakannya sekarang ini. Dan kalau kalian bertemu dengan dirinya, pasti akan terasa seperti… ZOMBIE!
Jadi menurut kalian, apakah sebaiknya si anak mulai protes pada keluarganya dengan jawaban yang sudah pasti kalau si anak tidak akan boleh pergi keluar tanpa ditemani keluarga lagi, atau kabur aja dari rumah?
Ada beberapa pemikiran untuk pilihan yang pertama, Oke, anak itu ngomong sama keluarganya dan boleh bekerja dikantoran lagi, dengan banyak wanti-wanti dan harus berjanji macam-macam dan juga pasti dengan berat hati keluarga melepasnya lagi. Tapi bagaimana kalau si anak sudah kehilangan rasa percaya dirinya, yang membuatnya tidak mau berjanji apapun lagi, walaupun itu untuk kebaikan dirinya sendiri. Tidak! Si anak jelas-jelas tidak akan mau melakukan janji itu, dengan konsekuensi tentu saja, ijin bekerja keluar tidak akan didapat!
Atau okelah, ijin keluar juga walaupun janji tidak diucapkan, tapi harus ada yang mengantar kemanapun perginya. Hmm…, masalahnya adalah keluarga bukanlah keluarga yang terlalu kaya sampai bisa membayar orang lain untuk menjadi supir pribadi si anak. Dan tidak ada keluarga yang bisa mengantar si anak kemanapun dia pergi. Jadi kesimpulannya si anak tetap tidak bisa bekerja keluar lagi.
Atau okelah akhirnya ijin itu keluar, tapi setelah si anak menikah! Dan masalahnya adalah memangnya si anak mau nikah sama siapa? Sama monyet? Dan memangnya akan semudah itu merelakan si anak diambil oleh laki-laki lain yang telah dengan susah payah mereka tarik si anak dari kehidupan masa lalunya? Apakah segampang itu? Oke, dijodohin! Kalau memang cocok, kalau tidak? Oke, si anak merasa tidak enak, akhirnya dia menerima semuanya! Tapi apakah hal itu merupakan hal yang bijaksana? Melakukan sesuatu dengan keterpaksaan?
Kemudian ada beberapa pemikiran juga untuk pilihan yang kedua. Oke, si anak kabur aja dari rumah, deh! Tapi masalahnya, si anak harus pergi kemana? Kerumah saudara yang lainnya? No-no-no-no, harga dirinya akan makin tercoreng! Dan tinggal menunggu waktu sampai si anak stress dan mulai kehilangan akal sehatnya.
Oke, si anak kabur dan dia pergi menemui temannya. Tapi teman yang mana? Setelah mengalami banyak hal dalam hidupnya, dia jadi tidak mempercayai siapapun, dan menganggap semuanya adalah musuh yang sangat dia benci. Dia sangat membenci semua yang dia kenal yang sudah membuatnya jadi seperti sekarang ini. Mungkin tidak semuanya, sih!
Tuhan! Apakah ini memang kehendak Tuhan? Dan si anak mulai meragukan itu semua. Mungkin dia pernah melakukan kesalahan, tapi apa harus sampai mengalami nasib seperti ini? Hal itu terus yang berputar-putar dalam otaknya. Dia menjadi jiwa yang sangat tidak bersyukur pada keadaan. Padahal hidupnya jauh lebih sejahtera daripada kondisi rakyat Indonesia sekarang ini. Tapi justru karena mengingat itu lagi, jiwanya kembali terkoyak-koyak! Apa yang dia sudah lakukan untuk Indonesia?
“Bapak, sih, nggak mau kamu jadi negarawan! Bapak Cuma mau kamu jadi rakyat biasa aja!”
Hmm…, pernah mikir nggak, apa enak jadi rakyat biasa dalam Negara yang kacau? Well… mungkin untuk sebagian orang nggak masalah! Nggak masalah sama sekali, selama hal itu tidak menyulitkan dirinya.
Oke! Jadi sekarang kamu mau terjun ke dunia politik?
Jangan harap si anak akan tersenyum begitu mendengar pertanyaan itu! Masih ingat kan kalau si anak sudah kehilangan rasa percaya dirinya, dan mengubur semua mimpi-mimpinya?
Oke, akhirnya si anak pergi juga tanpa tahu kemana arah tujuannya. Dia tidur di tempat-tempat yang bisa dipakai tidur, di rumah sakit mungkin, di emperan jalan, di kolong jembatan! Apakah itu keputusan yang tepat?
Jangan memikirkan si anak akan bekerja sebagai apa! Dia mempunyai banyak ketrampilan, bisa mengasuh anak, bisa nyapu, bisa ngepel, nyuci, nyetrika, atau mungkin dengan keberuntungan bekerja di toko, sebagai SPG gitu loh! Karena mungkin kalau bekerja yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya tidak bisa karena ijazah tidak ada! Tapi mungkin aka nada keberuntungan dia bisa bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan memperoleh sejumlah gaji yang pernah diterimanya dahulu.
Tapi pikiran yang ada sekarang, si anak terlalu takut untuk kabur dari rumah. Ternyata rasa kemandiriannya telah benar-benar dicabut oleh perlakukan keluarganya. Selamanya si anak tidak akan pernah menjadi dewasa, akan terus menjadi anak-anak yang manja dan menjadi aib keluarga.
Hmm…, agak mengenaskan bukan?
Lalu kita akan membahas cara mendidik anak ala luar negeri! Ketika si anak sudah mencapai dewasa, si anak bebas melakukan apapun, bahkan yang merugikan dirinya sekalipun, apakah itu nge-drugs sampai OD, free sex sampai kena HIV, ngerampok sampai masuk penjara dsb. Karena mereka tidak mengenal dosa. Bagi mereka Syurga dan Neraka itu semu, something not real! Pernah denger kan mereka dengan entengnya bilang, Kita pergi ke neraka bersama-sama? Mau ketawa nggak sih dengernya? Bukan hal yang keren, tapi bikin miris. Emangnya neraka enak apa?
Balik lagi ke masalah mendidik anak ala Indonesia, yang mungkin bisa dikatakan keagamaannya sangat dekat. Pasti semua orang tahu, bekal yang bisa dibawa sampai mati adalah doa anak yang shaleh. Dan pasti juga pernah denger kalau si anak bisa menyeret kedua orang tuanya keneraka. Karena sangat memegang teguh hal itu, mereka terkadang jadi paranoid sendiri. Contohnya kasus di atas. Karena takut si anak yang dalam prasangka mereka menjadi anak pendusta, kafir, munafik, pendek kata masuk neraka, bisa menyeret mereka ke neraka juga, makanya si anak lebih baik di rumah-kan saja!
Jadi mana yang lebih baik? Menggabungkan keduanya?
Kebenaran itu bersifat pasti, tapi prasangka manusia tidak selalu benar. Apa yang manusia pikir baik, terkadang di mata Allah justru salah. Apa yang manusia pikir salah, justru di mata Allah benar. Jadi untuk mengetahui mana yang benar, balik lagi kepada Al-qur’an dan hadits. Tapi terkadang dengan banyaknya aturan kalau ingin membahas Al-qur’an harus melihat hadits anu, membuat kita merasa betapa Al-qur’an itu sangat rumit! Dan terkadang ayat yang kita baca tidak mudah dimengerti, karena hanya sejarah! Tidak ada hubungannya dengan kita sekarang. Al-qur’an menjadi hanya sebuah wacana dan bukannya kehidupan kita. Pernah dengar kan kalau Rasul itu adalah Al-qur’an berjalan? Karena Al-qur’an benar-benar dijalankan olehnya. Dan apakah artinya hadits/sunnah? Jadi kalau kita tidak menerapkan Al-qur’an dalam kehidupan kita sama artinya dengan kita tidak memegang teguh pada syahadat kita sendiri. Belum apa-apa kita udah melanggarnya dan kita berharap untuk masuk syurga?
Bukannya nakut-nakutin, tapi sebanyak apapun amal kita selama tidak sesuai dengan yang sesungguhnya dilaksakan oleh Nabi Muhammad, amal kita hanyalah fatamorgana, dan mudah-mudahan diterima oleh Allah SWT.
Semakin memikirkan hal itu, anak itu semakin takut lama-lama hidup, tapi juga takut mati! Dia bener-bener jadi takut mati! Tapi mengingat betapa sucks-nya hidupnya, dia jadi sedih karena sepertinya syurga jauh darinya! Dan mengingat kalau dia nggak bisa melakukan apapun dan hidup dalam terlunta-lunta ketidak pastian, membuatnya jadi membenci dirinya sendiri, hidupnya, keluarganya! Dan terus aja otaknya berputar-putar seputar hal itu, mirip merry go round. Bikin pusing, patah semangat, nggak ada gairah, nggak hidup, bener-bener ZOMBIE!
Di dunia ini ada banyak sekali ZOMBIE!
ZOMBIE!
ZOMBIE!
Ada tuh lagunya The Cranberries!
ZOMBIE!
Ada body nggak ada jiwa!
SUCKS!

Komentar

Popular

Keseruan Pertama Kali Bermain Ski di South Korea

Cruise to Alaska

1st Flight Kuala Lumpur part 2