Karma atau Hukuman?

781

Sebenarnya aku males banget ngomongin hal yang berat-berat. Tapi karena hal ini terjadi pada orang yang aku kenal, kok rasanya miris dan urgent banget untuk diomongin.

Jadi, aku mengenal seorang ibu, yang usianya mungkin sudah memasuki 50 tahunan, sudah punya cucu namun masih memiliki anak yang masih remaja dan beranjak remaja. Mungkin seumur hidupnya dia sudah melalui banyak asam garam kehidupan, mengarungi cobaan demi cobaan di dunia ini. Namun, puncak penderitaannya mungkin saat ini yang terbesar dan terberat, kala mengetahui kalau ujian itu tidak menimpa para dirinya, melainkan pada putrinya.

Singkat cerita kehidupannya, dahulu dia pernah bercerai dengan suaminya yang pertama. Padahal menurut pengakuannya suaminya yang pertama itu benar-benar sabar pada dirinya yang galak dan emosian. Mungkin karena masih muda, dia kabur dari suaminya yang pertama, dengan membawa satu anaknya yang perempuan. Singkat cerita lagi, dia akhirnya menikah dengan seorang pria dan menjadi istri muda. Pria itu menikah lagi karena istrinya yang pertama sedang sakit kanker, sehingga tidak bisa meladeni suaminya. Namun berbeda dengan karakter suaminya yang pertama, suaminya yang kedua ini sifatnya sangat keras, galak dan kasar, bisa tega memukuli istri dan anaknya. Dan mungkin karena sudah terlanjur punya banyak anak dari suami yang ini, walaupun penderitaan demi penderitaan terjadi, dia tetap bertahan dengan suaminya yang ini.

Saat ini, suaminya sudah sangat tua, dan saya sih merasa kalau suaminya ini sedikit stress karena kekecewaan yang terjadi berturut-turut dalam hidupnya, yang terakhir adalah ditipu oleh saudaranya sendiri. Maka jadilah dia memutuskan untuk tinggal saja di kampung, bersama dua orang anak gadisnya yang masih sekolah, sementara si ibu merantau bekerja di Jakarta, karena bagaimanapun keluarga ini masih memiliki tanggungan dua orang anak gadis yang masih sekolah dan butuh banyak biaya.

Singkat cerita di kampung sang suami bermaksud bekerja membuat bata, namun mungkin pada kenyataannya, bisnis ini tidak semanis yang diharapkan. Tambah stress lah. Ditambah lagi terakhir kali bertemu dengan istri, dia malah marah besar, yang berujung dia memukuli istrinya lagi ketika lebaran kemarin sang istri pulang ke kampung. Karena stress ini, membuatnya tidak bisa menjaga putrinya dengan baik. Yang puncaknya adalah harus dia tanggung dengan musibah yang terjadi pada salah satu anak gadisnya.

Anak putus sekolah, dipecat dari perusahaan, ditipu oleh teman, mungkin tidak akan pernah sebanding dengan musibah ini. Ya, anak gadisnya diperkosa. Namun bukan hanya diperkosa oleh satu orang, melainkan oleh 6 orang sekaligus.

Orang tua mana yang tidak akan histeris mendengar berita seperti ini? Orang tua mana yang tidak hancur menghadapi kenyataan ini. Tidak akan bisa ditebus oleh uang sebesar apapun, tidak akan bisa diulang kembali. Semua sudah terjadi. Bahkan orang lain yang mendengar beritanya juga akan merasa miris dan marah, bahkan rasanya ingin dibunuh saja para begundal itu.

Di sini saya tidak akan membahas kondisi sang anak dan orang tua. Melainkan kenapa sih, hal seperti itu harus terjadi? Padahal anak itu anak yang baik, masih lugu dan polos. Anak remaja kampung, yang mungkin sedang masa puber, tapi sepertinya untuk pacar-pacaran masih jauh dari pikirannya. Jadi salahnya dimana?

Dari sini, saya akan menceritakan satu buah kasus yang mungkin kalian pernah ingat terjadi juga. Sebuah kasus dimana seorang perempuan, sedang hamil dan dibunuh oleh pacarnya sendiri, di dalam mobilnya sendiri. Yang tragisnya, dua tahun kemudian, kejadian yang sama terjadi pada adik perempuannya. Mati karena sebab yang sama, dibunuh. Apa yang salah? Kasus ini pernah menjadi perhatian seorang ustadz, sampai akhirnya merujuk pada kelakuan ayahnya.

Singkat cerita, semua itu terjadi karena dosa ayah. Segala kelakuan ayah yang buruk, entah itu berselingkuh, berzina, atau kasar pada istrinya, pasti akan mendapat hukuman. Mungkin kita sebagai pelaku dosa tidak akan pernah takut dengan hukuman tersebut, karena toh kita menyadari kalau kita berdosa. Namun bagaimana kalau hukumannya malah terjadi pada orang yang paling kita sayangi, anak perempuan kita misalnya.

Padahal sang ibu sudah sangat sabar dan rela berjuang mati-matian demi anak, tapi kenapa diberi ujian mendapat suami yang kasar? Ibu itu pernah menjawab dan penuh kesadaran, kalau itu adalah dosanya terdahulu pada suaminya yang pertama. Namun kenapa juga sekarang harus terjadi pada anak gadisnya? Kali ini adalah karena dosa-dosa ayahnya. Anak gadis tidak sewajarnya dibiarkan berkeliaran. Karena saya jadi teringat akan masa remaja saya, dimana saya begitu dijaga ketat oleh bapak, kalau pulang malam pasti langsung dimarahi habis-habisan. Bahkan saking takutnya, bapak pernah berniat mengurung saya di rumah aja, saking takutnya terjadi sesuatu sama saya. Dulu tentu saja saya merasa kalau bapak saya itu lebay dan menyebalkan. Namun, setelah sekarang saya dewasa, saya merasa bersyukur karena bapak saya melakukan hal itu pada saya. Walaupun pada kenyataannya dulu saya tetap saja keluyuran kemana-mana.

Nah, disinilah lagi letak keajaibannya, dimana perilaku seorang ayah memang sangat berdampak pada kehidupan anak gadisnya kelak. Karena saya melihat, betapa bapak saya bukan seorang pria yang macam-macam, sangat sholeh dan baik pada istri. Karena kalau saya kilas balik kehidupan saya dahulu, sembarangan main, pulang malam, kenalan dengan cowok, pokoknya bahaya banget, yang dulu saya sama sekali nggak paham apa-apa. Dalam pikirannya saya yang polos, cuma main kok, biasa aja, nggak ngapa-ngapain juga. Saya seringkali merasa takjub dan bersyukur, betapa Allah sangat melindungi saya. Saya tetap "utuh", sampai dengan saya menikah. Kalau dipikir-pikir, saya sering merasa takjup sendiri dan sangat beryukur. Kasus yang terjadi pada saya, tentu saja juga terjadi pada teman-teman saya yang lainnya. Dimana sebego apapun dia terhadap lelaki, namun tetap dijaga utuh oleh Allah, karena doa ayahnya yang sholeh.

Jadi, dari cerita ini, saya hanya ingin menekankan bagi kalian para lelaki yang akan menjadi atau sudah jadi ayah, tolong rubahlah kelakuan kalian, terutama kalau kalian memiliki anak gadis. Perlakukan keluarga kalian dengan baik, jangan main perempuan, perlakukan istri kalian dengan lembut, kalau tidak mau, dosa yang sudah kalian lakukan akan terjadi pada anak gadis kalian kelak. Ini bukan sekedar mitos, tapi sudah banyak buktinya. Apa yang kalian lakukan pada istri kalian, bisa jadi terjadi juga pada anak gadis kalian, atau mungkin lebih parah.

Selama ini mungkin kita hanya menekankan pada peranan seorang ibu ya, dalam mendidik anaknya, padahal peranan seorang ayah, juga berdampak besar pada perkembangan psikologi anaknya.

Mungkin saja saya belum mempunyai anak dan merasakan betapa susahnya mendidik anak. Mungkin saya bukan pada kapasitasnya untuk banyak omong besar masalah kehidupan suami istri. Karena saya sendiri hanyalah manusia yang sedang berusaha untuk menjadi lebih baik.




Komentar

  1. Remaja saya pun juga gitu, mba Nin. Pengawasan cukup ketat, apalagi after maghrib. Dan sekarang pun, setelah hidup nggak ada ngatur2, tetap nggak pingin keluyuran nggak jelas, karena memang nggak dibiasakan :)

    BalasHapus
  2. Iya mbak, sekarang mah lewat maghrib pengennya di rumah, kecuali kalau lagi jalan sama suami atau keluarga ya ^^

    BalasHapus
  3. Syerem y mba naudzubilaah jangan sampe menimpa keluarga kita..makasi sharingny mba semoga sll mjd renungan u/ qta dan jadikan pembelajaran u/ kita semua

    BalasHapus
  4. iya mbak, herva, jaman sekarang mah ngeri, tambah banyak yang aneh-aneh....

    BalasHapus
  5. iya, Tante... harus hati-hati sebagai orang tua ya...

    BalasHapus

Posting Komentar

Hallooo, senang banget kalian sudah mampir dan memberikan komentar di sini ^^

Popular

Keseruan Pertama Kali Bermain Ski di South Korea

Cruise to Alaska

1st Flight Kuala Lumpur part 2